Prabowo Subianto, hari ini, 20 Oktober 2024, dilantik menjadi presiden. Ia akan memulai langkah pertamanya sebagai nakhoda kapal besar bernama Indonesia. Sebuah kapal yang siap berlayar menuju kejayaan, namun arah dan kecepatannya bergantung pada tangan yang memegang kendali.
Skenario terbaik apa yang bisa diharapkan Indonesia kepada Presiden Prabowo?
Lembaga kredibel seperti Bank Dunia dan McKinsey memprediksi Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045-2050.
Di antara negara-negara dengan ekonomi besar, di tahun itu Indonesia akan bergabung dengan Cina, India, dan Amerika Serikat di puncak ekonomi global.
Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-16 ekonomi dunia. Perjalanan untuk naik 12 peringkat dalam 20 tahun ke depan adalah pencapaian besar, tetapi bukan tidak mungkin jika ditangani dengan strategi yang tepat.
Jika dalam 20 tahun Indonesia bisa melompat naik dari peringkat 16 dunia (2024) menjadi peringkat 4 dunia (2045), berarti rata-rata setiap lima tahun, peringkat Indonesia naik 3 tingkat.
Inilah skenario terbaik yang bisa dibuat Prabowo untuk Indonesia. Di akhir jabatannya yang pertama (2029), peringkat ekonomi Indonesia melonjak tiga tingkat, sesuai dengan hitungan di atas, dari peringkat ke-16 menjadi peringkat ke-13 dunia.
Di akhir jabatannya yang kedua, jika terpilih kembali, Prabowo membawa Indonesia, naik tiga tingkat lagi, dari peringkat 13 dunia ke Top 10 negara terbesar dunia secara ekonomi di tahun 2034.
Bisakah Presiden Prabowo memberikannya? Ini adalah pertanyaan besar yang harus dijawab dengan lebih dari sekadar optimisme.
Pencapaian ini membutuhkan perhitungan matang, berdasarkan data, kebijakan ekonomi, tantangan global, dan tentu saja, kesadaran akan tantangan domestik yang tak bisa diabaikan.
Untuk mewujudkan skenario ini, Indonesia harus memiliki fondasi ekonomi yang kokoh. Pertumbuhan ekonomi perlu didorong oleh pilar-pilar penting seperti inovasi teknologi, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan modal manusia.
Teori pertumbuhan endogen menjadi sangat relevan. Teori ini menyatakan bahwa inovasi, modal manusia, dan kebijakan yang mendukung pendidikan serta riset adalah kunci utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang sebuah negara.
Prabowo harus menjadikan sektor-sektor ini sebagai prioritas dalam kebijakan ekonominya.
Namun, tantangan terbesar yang menghadang Prabowo adalah korupsi. Korupsi bukan sekadar masalah moral atau etika; ia adalah penyakit sistemik yang merusak tatanan ekonomi.
Prabowo sendiri sudah menyadari itu. Jauh-jauh hari ia sudah mengatakan kepada partai politik pendukungnya: Jangan menugaskan menteri cari uang dari APBN!
Korupsi ibarat karat yang menggerogoti mesin negara. Ketika dana publik disalahgunakan atau bocor, pembangunan infrastruktur terhambat, investasi tidak datang, dan masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan.
Transparency International membuat indeks. Di tahun 2014: Skor persepsi korupsi Indonesia adalah 34, dengan peringkat 107.
Di tahun 2023: Skor tetap di 34, namun peringkat turun menjadi 115.
Meskipun skor tidak berubah, penurunan peringkat menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu diperkuat.
Tanpa pemberantasan korupsi yang radikal, pertumbuhan ekonomi akan selalu berjalan tertatih-tatih, kehilangan momentum yang diperlukan untuk mencapai puncak.
Lebih dari itu, korupsi merusak kepercayaan investor internasional. Investor mencari stabilitas dan transparansi dalam lingkungan bisnis. Ketika birokrasi korup, investor enggan menanamkan modal mereka karena risiko yang tidak terprediksi.
Tanpa kepercayaan investor, terutama dari luar negeri, Indonesia akan kesulitan meningkatkan jumlah modal asing yang sangat penting untuk pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, korupsi juga memperburuk alokasi sumber daya. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan terbuang sia-sia.
Lebih lanjut, korupsi melemahkan kapasitas pemerintah dalam merespons tantangan global, seperti perubahan iklim, ketidakstabilan geopolitik, atau krisis kesehatan.
Tantangan besar lainnya yang tidak boleh diabaikan adalah rapor merah demokrasi Indonesia. Menurut Indeks Demokrasi, beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan kualitas demokrasi di Indonesia.
Economist Intelligence Unit membuat indeks demokrasi.
Di tahun 2014: Skor demokrasi Indonesia adalah 6,95, menempati peringkat 49.
Namun di tahun 2023: Skor Indonesia turun menjadi 6,53, dengan peringkat 56. Indeks demokrasi Indonesia menurun.
Kelemahan demokrasi ini tampak pada melemahnya lembaga-lembaga untuk check and balances, seperti melemahnya DPR dan partai politik.
Demokrasi yang sehat adalah fondasi penting untuk mencapai kemajuan ekonomi yang berkelanjutan. Tanpa demokrasi yang kuat, kebijakan ekonomi sering kali diambil tanpa konsultasi publik yang cukup, sehingga legitimasi dan dukungan terhadap kebijakan menjadi lemah.
Maka reshuffle kabinet diperlukan sebagai cara Prabowo membuat para menteri bekerja maksimum.
Apalagi kabinet Prabowo lumayan “gemuk.” Jika bertambah menteri dan wakil menteri tak menjadi tambahan prestasi, reshuffle kabinet sejak tahun pertama, bahkan enam bulan pertama menjadi pilihan.
Reshuffle kabinet yang dilakukan sejak 6 bulan hingga 1 tahun pertama harus menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa kementeriannya diisi oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki integritas tinggi.
Jika ada menteri yang tidak mampu menjalankan visi besar untuk Indonesia, maka mereka harus segera diganti. Ini akan memberikan sinyal yang kuat bahwa Prabowo memiliki standar yang tinggi dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bersih.
Ini juga akan menjadi lonceng yang keras di telinga menteri dan wakil menteri. Mereka kini berada di bawah Presiden yang meletakkan standar yang tinggi agar kapal Indonesia cepat berlayar.
Kita bisa belajar dari contoh Lee Kuan Yew di Singapura. Dalam masa pemerintahannya, Lee menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap korupsi dan membangun pemerintahan yang bersih dan efisien.
Itu menjadi dasar kemajuan Singapura dari negara berkembang menjadi pusat keuangan global. Keberhasilan Lee membuktikan bahwa kepemimpinan yang bersih adalah kunci kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.
Prabowo harus belajar dari pendekatan ini dan memastikan bahwa pemerintahannya tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pemerintahan yang bersih.
Tentu, di samping tantangan domestik, Prabowo juga harus siap menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang bisa memengaruhi sektor-sektor penting di Indonesia, seperti pertanian, perikanan, dan energi.
Dalam skenario terbaiknya, Prabowo harus mendorong Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Hal ini akan memerlukan investasi besar dalam teknologi bersih dan infrastruktur ramah lingkungan, serta kemitraan strategis dengan negara-negara maju yang memiliki teknologi hijau.
Selain itu, geopolitik regional di Asia Tenggara juga akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Prabowo.
Persaingan antara Cina dan Amerika Serikat semakin intens, dan Indonesia harus bermain cerdas dalam menjaga keseimbangan diplomatik. Prabowo harus memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara seperti India dan Jepang, serta menjaga hubungan strategis dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada saat yang sama, Indonesia juga harus tetap terbuka terhadap kemitraan ekonomi dengan Cina, mengingat pentingnya hubungan perdagangan dan investasi dengan negara tersebut.
Keberhasilan Prabowo tidak hanya akan diukur dari statistik ekonomi atau diplomasi global. Ia harus mampu membangun narasi kebangsaan yang kuat yang bisa menyatukan seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Pancasila harus menjadi landasan moral dan ideologi yang melandasi merekatkan keberagaman agama dan suku di Indonesia.
Prabowo juga perlu memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit, tetapi oleh seluruh rakyat Indonesia.
Ini bukan hanya soal angka-angka pertumbuhan, tetapi soal bagaimana setiap warga negara bisa merasakan manfaat dari kemajuan tersebut.
Dengan kepemimpinan yang tegas dan visi yang jelas, Prabowo memiliki peluang besar untuk membawa Indonesia menuju puncak kejayaan ekonomi Asia.
Reshuffle kabinet yang tepat waktu akan menjadi langkah penting dalam menegakkan standar kualitas pemerintahan, sementara pemberantasan korupsi dan penguatan demokrasi akan menjadi fondasi bagi ekonomi yang berkelanjutan.
Jika Prabowo berhasil memanfaatkan sumber daya manusia dan alam yang dimiliki Indonesia, serta memberantas korupsi dari akarnya, Indonesia akan berdiri di puncak sebagai kekuatan besar di Asia.
Sejarah telah membuka pintu bagi Prabowo untuk menorehkan jejaknya sebagai pemimpin besar. Kini, tinggal bagaimana ia menggunakan kesempatan ini untuk membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi.
Di tangan Prabowo, kapal besar bernama Indonesia bisa berlayar menuju samudra luas, dengan angin sejarah yang mendorong dari belakang dan bintang-bintang yang menunjukkan arah.
Survei LSI Denny JA di bulan Oktober 2024 menunjukkan Prabowo berada di puncak favourability. Sekitar lebih dari 90 persen publik Indonesia menyukainya.
Sejak tahun 2009, dalam survei LSI Denny JA, Prabowo tak pernah memiliki favourability setinggi itu. Kini harapan publik sangat tinggi padanya.
Namun harapan publik yang tinggi adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi basis legitimasi agar Presiden Prabowo berani membuat kebijakan keras seperti zero toleransi atas korupsi.
Harapan yang tinggi dapat pula punya risiko publik mudah kecewa. Itu jika sampai 100 hari pertama, enam bulan pertama, setahun pertama, belum ada tanda-tanda prestasi pembeda dari Prabowo, harapan itu cepat kempis.
Jika Prabowo berhasil, ia tidak hanya akan dikenang sebagai presiden, tetapi sebagai seorang pemimpin yang memandu Indonesia ke arah kebangkitan baru di panggung global.*
Jakarta, 20 Oktober 2024
Catatan
(1) Indonesia diprediksi akan menjadi negara keempat terbesar di dunia di tahun 2050: https://asia.nikkei.com/Economy/Indonesia-set-to-become-fourth-largest-economy
0 Komentar